
Miris, anak-anak Tanambanas, Sumba harus berjalan 8 km untuk mendapatkan air.
Setiap pagi, sebelum matahari terbit di ufuk timur Tanambanas, sebuah daerah di Sumba, Elci sudah terjaga. Dengan seember jerigen di tangan dan satu bejana di atas kepala, ia berjalan bersama tiga sahabatnya, Shireen, Demi, dan Nia— menapaki jalan berbatu sejauh 8 km menuju sumber air.
Di setiap langkahnya yang menanjak dan menurun melewati lembah, Elci membawa harapan untuk hari itu: air untuk memasak, mencuci, dan bekal berangkat sekolah. Nanti sore, ia akan kembali lagi untuk mengambil air malam, agar kehidupan di rumah kecil bersama nenek dan kakeknya tetap bisa berlanjut.
Rumahnya jauh, karena itulah dia tinggal di rumah neneknya agar lebih dekat ke sekolah. Tapi tetap saja, sedekat-dekatnya, jaraknya masih 8 km ke Sekolahan.

Jarak yang jauh tidak memadamkan semangat Elci. Karena di setiap perjalanan panjangnya, ia selalu menghitung langkah-langkahnya. Mungkin itu sebabnya ia begitu mencintai matematika.
“Matematika membuat cakrawala wawasan saya lebih luas,” ujarnya polos tapi penuh keyakinan. Ia ingin menjadi guru matematika, agar anak-anak di desanya tak lagi melihat angka hanya sebagai pelajaran sulit, tapi sebagai jembatan menuju impian.
Ketika ditanya dari mana datangnya kekuatan itu, Eliza tersenyum dan menjawab pelan,
“Saya mendoakan apa yang saya kerjakan, dan saya mengerjakan apa yang saya doakan.”
Bantu wujudkan sumur untuk warga Tanambanas, agar waktu yang terbuang untuk menuju sumur, dapat dioptimalkan untuk belajar dan mengukir mimpi.
Ayo ambil bagian dengan berdonasi sekarang!
![]()
Belum ada Fundraiser
![]()
Menanti doa-doa orang baik